Jumat, 12 Juli 2024, Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) menggelar diskusi online yang membahas tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang efektif diterapkan di Indonesia. Diskusi kali ini melibatkan berbagai pihak dari unsur pemerintah, pengadilan, akademisi nasional, dan akademisi internasional guna memperluas pembahasan dan melihat bagaimana metode penyelesaian perselisihan industrial yang baik untuk diterapkan di Indonesia. Dipandu oleh Dr. Joko Ismono, SH, MH selaku moderator, dengan pembicara Agatha Widianawati, SH, MH (Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan), Dr. Sugeng Santoso, PN, SH, MM, MH (Hakim Pengadilan Hubungan Industrial – Mahkamah Agung), Dr. Ida Susanti, SH, LL.M, CN (Akademisi Universitas Katolik Parahyangan), dan Dr. Petra Mahy (Akademisi Monash University Australia).
Pemaparan pertama dipandu oleh Agatha Widianawati, SH, MH (Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan). Beliau menyampaikan peran dan upaya Kementerian Ketenagakerjaan dalam membangun penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang efektif melalui arah pembangunan hubungan industrial yang terdiri dari 4 (empat) pilar yaitu: 1) penghargaan Hak Asasi Manusia di tempat kerja; 2) pembangunan hubungan industrial yang mengarah pada menjamin kelangsungan dan pengembangan usaha; 3) peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarganya; serta 4) mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, produktif, dan berkeadilan. Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) harus mengedepankan dialog untuk musyawarah dan mufakat, mengutamakan penyelesaian secara bipartit, mengoptimalkan PPHI di luar pengadilan, serta mempercepat pemulihan perselisihan hubungan insudtrial secara non-konfrontatif agar tetap harmonis. Adapun upaya yang dilakukan Kemnaker salah satunya menjalankan visi baru yaitu hubungan industrial yang arah kebijakanmya mengembangkan hubungan industrial yang produktif dan adil. Visi ini dilakukan melalui agenda pengembangan PPHI secara digital dan agenda pengembangan sumber daya manusia melalui peningkatan kapasitas Mediator perselisihan hubungan insudtrial juga peningkatan kapasitas dan penguatan peran Konsiliator dan Arbiter. Selain itu upaya yang perlu dilakukan yaitu eksistensi dan peningkatan kualitas hakim ad hoc perselisihan hubungan industrial, optimalisasi ketersediaan pengadilan hubungan industrial baik perbaikan sarana maupun penyebarannya, integrasi PPHI antara Kemnaker dan MA, serta perluasan cakupan PPHI.
Pemaparan kedua dipandu oleh Dr. Sugeng Santoso PN, SH, MM, MH (Hakim Pengadilan Hubungan Industrial – Mahkamah Agung). Dalam pemaparannya yang berjudul “Membangun Hubungan Industrial yang Cepat, Tepat, Adil, Dan Murah” beliau menyampaikan kecenderungan posisi pekerja yang kurang diuntungkan jika perselisihan hubungan industrial diselesaikan melalui pengadilan. Hal ini karena posisi pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi kerja menjadi seimbang, artinya para hakim harus melihat kedua pihak secara sama dan seimbang. Berbeda dengan penyelesaian non litigasi yang berorientasi win win solution, kalau melalui pengadilan (litigasi) maka harus ada yang kalah dan menang.
Pemaparan ketiga yang dibawakan oleh Dr. Ida Susanti, SH, LL.M, CN (Akademisi Universitas Katolik Parahyangan) menyampaikan berbagai saran perbaikan terkait mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dinilai masih terdapat kekurangan. Sebagai akademisi, beliau menyoroti kedudukan organisasi Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang ditempatkan pada kamar Perdata Khusus, artinya hukum acara yang digunakan mengikut Hukum Acara Perdata. Beliau menilai terdapat kelemahan yakni inkonsistensi sistem yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dengan Hukum Acara Perdata. Pertama dalam Hukum Acara Perdata tidak ada tenggat waktu pembuktian, sehingga penyelesaian perkara bisa berkepanjangan, sementara dalam UU 2/2004 secara tegas dinyatakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) hanya 140 hari. Kenyataan yang ditemui di lapangan PPHI selalu berlarut-larut penyelesaiannya. Kemudian karena mengikut pada Hukum Acara Perdata maka penyelesaian perselisihan berdasarkan yurisdiksi teritorial sehingga menghambat percepatan penyelesaian perkara. Sebagai kesimpulan, Dr. Ida Susanti menyampaikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial perlu direvisi, khususnya mengenai 1) Arbitrase dan Konsiliasi peningkatan hubungan industrial; 2) Penerapan Hukum Acara Perdata; 3) Peningkatan kualitas Putusan Pengadilan; 4) Beban pembuktian perlindungan demi kepentingan terbaik pekerja; 5) Pengadilan Hubungan Industrial sebagai organisasi tunggal untuk menyelesaikan kasus multi-aspek.
Pemaparan terakhir dipandu oleh Dr. Petra Mahy (Akademisi Monash University Australia). Beliau memaparkan riset yang dilakukannya di tiga negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Filipina, dan Vietnam yang berjudul “Collective Labour Dispute Resolution in Practice in Indonesia, the Philippines and Vietnam: an Empirical Analysis”. Dalam penelitian yang dilakukan di tiga negara Asia Tenggara tersebut, diketahui bahwa disamping mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara formal, terdapat pula mekanisme penyelesaian secara informal yang dapat ditempuh. Ketiga negara tersebut juga memiliki kesamaan yakni masih kurangnya kemauan menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial melalui sistem non litigasi atau informal. Adapun Indonesia dan Filipina memiliki kesamaan yakni para pihak yang berselisih lebih memilih menyelesaikan perselisihan melalui pengadilan (secara formal). Berbeda dengan dua negara lainnya, sebagai negara sosialis, situasi di Vietnam cukup unik, karena meskipun undang-undang PPHI cukup lengkap namun para pekerja memilih tidak menggunakannya, hal ini didasari atas ketidakpercayaan pada sistem hukum di negara tersebut. Selain itu di Vietnam hanya ada satu serikat pekerja yang diakui pemerintah yang dikepalai oleh satu orang yang ditunjuk sebagai ketua serikat. Ketika terjadi perselisihan, para pekerja di Vietnam memilih jalan mogok kerja sebagai upaya awal untuk menuntut penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Mereka menilai dengan dilakukannya mogok kerja, pemerintah akan segera mengirimkan pejabat/petugas yang ditunjuk untuk segera menegosiasikan perselisihan secepatnya, sehingga hak-hak yang dituntut juga akan lebih cepat terealisasi. Diluar dari hal-hal yang telah disebutkan, proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara informal perlu mendapat perhatian khusus dan harus dikembangkan agar semakin banyak pihak yang bersengketa menyelesaikan perselisihannya melalui non litigasi, sehingga perselisihan hubungan industrial dapat segera diselesaikan secara efektif.
Diskusi online ini dapat disaksikan melalui laman Youtube P3HKI https://youtu.be/1LzJKSLK4-4?si=Dgi6M-ji3a0qWGjI